Remaja suku Huaulu harus menjalani prosesi cidaku di hutan, di mana mereka berburu burung Kakatua untuk dianggap dewasa. Setiap pria dewasa dari suku ini harus memiliki mahkota dengan bulu jambul Kakatua.
Prosesi cidaku adalah tradisi yang tetap dijalankan oleh suku Huaulu dari generasi ke generasi. Remaja dilepas ke hutan untuk berburu selama jangka waktu yang ditentukan oleh para tetua. Keberhasilan dalam berburu Kakatua menjadi salah satu syarat untuk dinyatakan dewasa.
Tradisi ini dulunya melibatkan perburuan kepala manusia, namun setelah adanya hukum positif di Indonesia, syaratnya diubah menjadi berburu binatang, termasuk Kakatua untuk mengambil bulu jambulnya. Namun, karena populasi Kakatua terancam punah, pemerintah telah melarang perburuan Kakatua, termasuk dalam prosesi adat suku Huaulu.
Konservasi Kakatua Indonesia telah bekerja sama dengan suku Huaulu untuk melestarikan Kakatua. Mereka telah mengganti pemakaian bulu Kakatua dengan bulu rontok yang dikumpulkan dari fasilitas penangkaran, sebagai langkah untuk tetap menjaga tradisi tetapi juga melindungi populasi Kakatua.
Di pulau Seram, Maluku, terdapat sebuah kelompok masyarakat adat yang dikenal dengan nama Huaulu. Mereka memiliki tradisi cidaku, di mana salah satu syaratnya adalah menggunakan bulu Kakatua sebagai bagian dari mahkota dalam upacara adat tersebut. Namun, kesadaran akan pentingnya pelestarian Kakatua dan keberlanjutan ekosistem alam liar membuat mereka mulai mengubah cara pandang terhadap tradisi tersebut.
Perubahan Perspektif dalam Tradisi Cidaku
Samuel, seorang tokoh masyarakat Huaulu, menyadari bahwa cara tradisional menangkap Kakatua di alam liar untuk mendapatkan bulunya tidaklah berkelanjutan. “Kakatua itu enggak mungkin kalau di alam liar kita nangkap lalu cabut bulu, kan pasti dibunuh dulu baru ambil bulunya,” ujarnya. Kesadaran ini mendorong mereka untuk mulai menggunakan bulu-bulu Kakatua yang rontok dari penangkaran sebagai pengganti bulu dari Kakatua yang hidup di alam liar.
Agustina dan Konservasi Kakatua Indonesia (KKI) juga mendukung langkah tersebut, bahkan mendorong konsep yang lebih lestari lagi. Masyarakat adat Huaulu disarankan untuk menggunakan mahkota bulu Kakatua yang telah ada dari kakek moyang mereka, tanpa harus membuat mahkota baru. Dengan demikian, tradisi cidaku tetap terjaga namun dengan cara yang lebih berkelanjutan.
Penghargaan Internasional bagi Dwi Agustina dan Dudi Nandika
Dwi Agustina, seorang mahasiswa magister di fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, telah melakukan riset tentang pelestarian Kakatua dan kearifan lokal masyarakat adat Huaulu di pulau Seram. Riset ini diakui secara internasional melalui penghargaan “First Prize Presentation Awards” yang diterimanya dalam konferensi Ornithological di Beijing, China. Konferensi ini dihadiri oleh delegasi dari berbagai negara dan menjadi ajang penting dalam mempromosikan penelitian dan konservasi burung.
Sementara itu, rekan Agustina, Dudi Nandika, juga meraih penghargaan “First Prize Poster Award” dalam konferensi yang sama. Dudi sendiri merupakan seorang mahasiswa doktoral yang melakukan riset tentang analisis data populasi burung sebagai bioindikator untuk pengelolaan Taman Nasional Manusela di Maluku. Riset ini bertujuan untuk melindungi satwa liar di wilayah tersebut dari ancaman perburuan liar yang semakin meningkat.
Peran Ekologi Burung dan Kearifan Lokal dalam Konservasi
Dalam upayanya untuk melindungi burung-burung liar, termasuk Kakatua, di Maluku, Dudi menggarisbawahi pentingnya peran ekologi burung dalam ekosistem. Burung dapat menjadi indikator kesehatan lingkungan dan perubahan ekologi atau habitat yang terjadi. Oleh karena itu, perlindungan terhadap burung-burung liar di Taman Nasional Manusela menjadi sangat penting untuk menjaga keberlanjutan ekosistem.
Riset dan aktivitas pelestarian yang dilakukan oleh Dwi Agustina, Dudi Nandika, dan tim KKI menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan ekosistem dan melestarikan Kakatua sebagai burung endemik di pulau Seram. Harapan dari dekan Fakultas Biologi UGM, Prof Budi Setiadi Daryono, adalah agar penghargaan dan hasil riset kedua mahasiswa ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia dan menjadi motivasi untuk upaya penelitian dan konservasi burung di Tanah Air.
Keberhasilan Dwi Agustina dan Dudi Nandika dalam meraih penghargaan internasional menunjukkan betapa pentingnya kerja keras dan dedikasi dalam bidang konservasi burung. Semoga kisah inspiratif mereka dapat menginspirasi generasi muda untuk turut berkontribusi dalam pelestarian alam dan keberlanjutan lingkungan.
Artikel ini disusun berdasarkan informasi mengenai pelestarian Kakatua dan kearifan lokal di pulau Seram, serta pencapaian Dwi Agustina dan Dudi Nandika dalam bidang konservasi burung. Semoga dapat memberikan wawasan dan inspirasi bagi pembaca untuk ikut serta dalam menjaga kelestarian alam dan lingkungan di Indonesia.
Can you please rephrase this sentence?