Pada hari Senin (2/12), Amerika Serikat mengumumkan pembatasan ekspor baru yang menarget kemampuan China dalam membuat semikonduktor canggih. Langkah ini memicu reaksi keras dari Beijing dan meningkatkan ketegangan antara kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia.
Langkah AS untuk Melindungi Teknologi Cip Canggih
Amerika Serikat memperketat pembatasan ekspor cip canggih ke China sebagai upaya untuk menghambat kemampuan negara tersebut dalam membuat cip yang dapat digunakan dalam sistem senjata canggih dan kecerdasan buatan. Pembatasan ini diumumkan beberapa minggu sebelum Presiden terpilih Donald Trump kembali ke Gedung Putih.
Reaksi dari Beijing
Beijing langsung memberikan respons terhadap pembatasan ekspor AS. Juru bicara kementerian perdagangan China mengecam tindakan Amerika Serikat yang dinilai sebagai penghambatan pertukaran ekonomi dan perdagangan yang normal.
Dampak Pembatasan Ekspor
Pembatasan ekspor AS mencakup 140 perusahaan, termasuk dua perusahaan cip China Piotech dan SiCarrier Technology. Selain itu, Naura Technology Group yang membuat peralatan produksi cip juga terdampak. Aturan baru AS juga mengontrol lebih dari 20 jenis peralatan pembuat cip dan tiga jenis perangkat lunak untuk pengembangan atau produksi semikonduktor.
Upaya Amerika Serikat untuk Melindungi Teknologi
Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan menyatakan bahwa langkah ini diambil untuk melindungi teknologi AS agar tidak disalahgunakan oleh musuh untuk mengancam keamanan nasional. Washington akan terus bekerja sama dengan sekutu dan mitra untuk menjaga teknologi dan pengetahuan terdepan di dunia.
Reaksi dari Sekutu dan Mitra AS
Wakil Menteri Perdagangan Alan Estevez menyatakan bahwa AS terus berkomunikasi dengan sekutu dan mitra serta mengevaluasi dan memperbarui kontrol terkait pembatasan ekspor cip canggih. Upaya ini dilakukan untuk menjaga keamanan nasional AS.
Kesimpulan
Pembatasan ekspor cip canggih AS ke China merupakan langkah yang diambil untuk melindungi teknologi dan keamanan nasional. Dampak dari pembatasan ini tidak hanya dirasakan oleh perusahaan China, tetapi juga entitas di negara lain seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura. Kedepannya, akan terus terjadi perdebatan dan ketegangan antara AS dan China terkait isu teknologi canggih ini.