Oleh: [Nama Anda]
Pendahuluan
RUU Perampasan Aset telah menjadi topik yang hangat diperbincangkan dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Meskipun sudah 16 tahun diperjuangkan, RUU tersebut belum kunjung disahkan oleh DPR. Analisi Hukum Senior di Direktorat Hukum dan Regulasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Azamul Fahdly, menegaskan pentingnya pengesahan RUU Perampasan Aset sebagai bagian dari strategi pemberantasan korupsi di tanah air.
Peran PPATK dalam Inisiasi RUU Perampasan Aset
PPATK telah menginisiasi dan menyusun RUU Perampasan Aset sejak tahun 2008. Namun, setelah 16 tahun berlalu, RUU tersebut masih terkatung-katung tanpa keputusan yang jelas. Azamul Fahdly menyoroti pentingnya RUU ini dalam menghadapi berbagai kasus tindak pidana, khususnya tindak pidana pencucian uang yang semakin kompleks seiring dengan perkembangan teknologi.
Implikasi Tanpa RUU Perampasan Aset
Tanpa RUU Perampasan Aset, pelaku tindak pidana akan semakin leluasa untuk menyembunyikan hasil kejahatan mereka. Hal ini dapat menyebabkan kerugian negara, baik material maupun immaterial, yang semakin besar. Azamul juga menekankan bahwa pengesahan RUU ini dapat memperkuat kerja sama internasional dalam memulihkan aset hasil kejahatan yang disembunyikan di luar negeri.
Kesimpulan ICW Mengenai RUU Perampasan Aset
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menyatakan bahwa RUU Perampasan Aset bukan hanya dibutuhkan oleh masyarakat dan PPATK, tetapi juga oleh negara, polisi, jaksa, dan KPK. Berdasarkan data ICW, total kerugian negara akibat tindak pidana korupsi mencapai Rp54 triliun, namun hanya sekitar Rp7 triliun yang berhasil dipulihkan melalui mekanisme uang pengganti. Kurnia menyoroti kesenjangan yang signifikan antara kerugian negara dan pengembalian uang negara.
Tantangan Penegak Hukum Tanpa RUU Perampasan Aset
Tanpa mekanisme perampasan aset yang jelas, penegak hukum menghadapi banyak tantangan dalam mengembalikan aset hasil kejahatan ke negara. Kurnia menekankan bahwa dengan tidak adanya RUU Perampasan Aset, aset tersebut tetap berada di tangan pelaku atau pihak ketiga, yang dapat melemahkan upaya untuk memberikan efek jera kepada koruptor dan mengembalikan kerugian negara.
Komitmen Pemerintah dalam Pemberantasan Korupsi
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menyatakan komitmen pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi dengan mengusulkan RUU Perampasan Aset masuk dalam Program Legislasi Nasional tahun 2025-2029. Pemerintah berharap RUU ini dapat dibahas hingga akhirnya disahkan sebagai undang-undang oleh DPR.
Kesimpulan
RUU Perampasan Aset memiliki peran yang sangat penting dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Pengesahan RUU ini dapat memperkuat kerja sama internasional, mengembalikan aset hasil kejahatan, dan memberikan efek jera kepada koruptor. Dengan adanya RUU Perampasan Aset, diharapkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dapat semakin efektif dan efisien.